Sabtu, 26 Januari 2013

Bankom Siraman Gong Kyai Pradah

51 55 Harapan 10-2
RAPI Blitar - hari ini Sabtu, 26 Januari 2013  melaksanakan kegiatan Bantuan Komunikasi pada kegiatan Siraman Gong Kyai Pradah, yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun dalam rangka memperingati Maulud Nabi. Kegatan ini dilaksanakan di Desa Lodoyo Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar. 

Adapun kisah yang mengawali adanya prosesi upacara adat siraman Gong Kyai Pradah adalah konon pada saat penobatan tahta Kerajaan Kartasura, Sri Susuhunan Pakubuwono I yang merupakan putra mahkota kerajaan, beliau mempunyai seorang saudara seayah yang merupakan anak dari raja Kerajaan Kartasura dengan seorang selirnya. Ketika Sri Susuhunan Pakubuwono I dinobatkan menjadi seorang raja, Pangeran Prabu merasa sakit hati dan ia berniat membunuh Sri Susuhunan Pakubuwono I, namun upayanya diketahui. Dan sebagai hukuman atas kesalahannya itu Pangeran Prabu diutus untuk menebang kayu di hutan Lodoyo. Yang mana ketika itu hutan Lodoyo masih dikenal sebagai daerah yang sangat wingit (angker) dan banyak dihuni binatang buas. Pangeran Prabu menyadari akan kesalahannya dan untuk menebus kesalahan yang telah dilakukanya tersebut, beliau bersedia untuk berangkat ke hutan Lodoyo dan diikuti oleh istrinya yang bernama Putri Wandansari dan abdinya yang bernam Ki Amat Tariman dengan membawa pusaka bendhe (serupa dengan gong) yang diberi nama Kyai Bicak, yang akan digunakan sebagai tumbal (penolak bala) di hutan Lodoyo.
Kemegahan istana ditinggalkan, dan merekapun mulai perjalanan keluar masuk hutan, naik turun gunung, menyusuri lembah ngarai. Dan hingga akhirnya tiba di kawasan Lodoyo yang masih berupa hutan belantara yang sangat angker. Walaupun demikian Pengembaraan jauh itu mereka lakukan dengan penuh ketabahan dan ketenangan, karena mereka percaya tidak akan menghadapi marabahaya apapun selama mereka masih membawa pusaka bendhe Kyai Bicak. Sementara untuk menenangkan hati, Pangeran Prabu memilih untuk melakukan nepi (menyendiri) di hutan Lodoyo. Bendhe Kyai Bicak dan abdi setianya Ki Amat Tariman beliau titipkan kepada Nyi Rondho Patrasuta dengan meninggalkan pesan bahwa setiap tanggal 12 Mulud dan tanggal 1 Sawal, bendhe tersebut harus disucikan dengan cara disirami atau dijamasi air bunga setaman dan air bekas jamasan tersebut bisa untuk mengobati orang sakit dan sebagai sarana ketentraman hidup.
Setelah lewat beberapa lama Ki Amat Tariman merasa sangat rindu kepada Pangeran Prabu. Ia kemudian berjalan-jalan di hutan, tetapi di tengah perjalanan ia tersesat dan kebingungan, karena bingungnya Ki Amat Tariman memukul bendhe Kyai Bicak 7 kali dengan harapan ada petunjuk ataupun pertolongan dari orang-orang yang mendengar pukulan bendhe tersebut, terutama ia bermaksud agar Pangeran Prabu yang menolongnya. Namun perkiraannya meleset, bukan orang-orang sekitar yang datang atau Pangeran Prabu, tetapi harimau yang berbadan besar-besar. Namun ajaibnya, harimau-harimau tadi tidak menyerang atau mengganggu Ki Amat Tariman tetapi justru menjaga keberadaan beliau, dan sejak itu bendhe Kyai Bicak diberi nama Gong Kyai Pradah yang artinya harimau.
Semenjak peristiwa tersebut terjadi dan sampai sekarang, adat siraman ini masih tetap diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini dikarenakan mereka masih percaya bahwa ritual ini mempunya manfaat dalam kehidupanya. Mereka mempercayai bahwa ucapan dari Pangeran Prabu yang mengatakan bahwa sisa air siraman Gong Kyai Pradah dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan menambah ketentraman jiwa adalah benar. Bahkan ada yang mempercayai behwa air sisa tersebut juga dapat membuat orang yang meminumnya lebih awet muda.
Upacara adat siraman pusaka Gong Kyai Pradah juga dapat menambah rasa kesatuan, persaudaraan serta kegotong royongan antar warga Lodoyo. Selain itu kegiatan ini dapat menjadi salah satu aset wisata budaya di Lodoyo hususnya dan di Indonesia umumnya. Ritual ini mengandung nilai-nilai budaya luhur warisan nenek moyang. Oleh karena itu, sudah seharusnyalah tradisi tersebut tetap dilestarikan dan lebih dikenalkan pada khalayak interlokal dan pada generasi muda supaya mereka tidak kehilangan tapak-tapak sejarah.


 

Tidak ada komentar: